LIPUTANTIMUR.COM, GOWA– Kejaksaan Negeri Gowa mendapat sorotan keras dari berbagai aktivis dan penggiat anti korupsi untuk menetapkan 121 kepala Desa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai tersangka. Dimana 121 kepala desa tersebut yang terindikasi melakukan Tindak Pidana Korupsi atau mendapatkan gratifikasi dalam Pengadaan Dump Truck Desa tahun 2019.
Hal itu dikuatkan keterlibatan para kepala Desa setelah mengakui dan mengembalikan uang sebesar Rp 20 juta dalam pengadaan dump truck tersebut. Diketahui bahwa sudah 29 desa melakukan pengembalian uang Negara sedangkan Masih ada 92 desa yang belum mengembalikan kerugian Negara tersebut.
Asywar S.ST.,S.H selaku Aktivis Anti Korupsi dari Independen Nasional Anti Korupsi (INAKOR) Gowa menjelaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Meskipun pelaku tindak pidana korupsi itu telah mengembalikan keuangan negara yang telah ia korupsi sebelum putusan pengadilan dijatuhkan, proses hukumnya tetap berjalan karena tindak pidananya telah terjadi,” kata Asywar S.ST.,S.H saat ditemui di Warkop Rabu, (22/02/2023).
Ia berpendapat jika Kejaksaan Negeri Gowa tidak memproses 121 kepala Desa menjadi tersangka, maka kejaksaan harus juga menghentikan penuntutan ke Lima tersangka lain yang sementara dalam proses persidangan.
Seharusnya Kejaksaan Gowa harus memperlakukan sama ke Lima tersangka dengan 121 kepala Desa, karena ke lima tersangka dan 121 kepala Desa adalah satu kesatuan dalam rangkaian peristiwa tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pengembalian keuangan negara hasil korupsi bukan terlepas dari jeratan pidana melainkan dapat menjadi salah satu faktor yang meringankan hukuman bagi pelaku saat hakim menjatuhkan putusan.
Pengembalian uang atau kerugian negara oleh terdakwa dapat menjadi alasan bagi hakim untuk mengurangi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa yang bersangkutan. Pengembalian uang tersebut, Ia menegaskan hanya mengurangi pidana, tetapi bukan mengurangi sifat melawan hukum,” urai Asywar.
Merujuk pada UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Dalam Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor, “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun”.
lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara dengan menggunakan instrumen pidana menurut UU Pemberantasan Tipikor dilakukan melalui proses penyitaan, perampasan, dan aturan pidana denda. Artinya, pengembalian kekayaan negara atas tindak pidana korupsi itu dilakukan setelah ada proses pidana dan putusan pengadilan
Kalau merujuk pada Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor, “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”.
Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana Korupsi.
Artinya bahwa Pengembalian kerugian keuangan negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan apabila hakim ingin memutus perkara.
“Saya berharap pihak kejaksaan melakukan penyelidikan tambahan untuk menetapkan 121 kepala Desa menjadi tersangka. Dimana 121 Desa adalah suatu rangkaian peristiwa dalam tindak pidana Korupsi,” harap Asywar.