Oleh : Pettarani,SH
sebanyak 100 orang lebih meninggal dunia secara mengenaskan. Sebagian tubuh korban tidak lengkap. Ada pula yang harus meregang nyawa karena ditimpa batu, tertusuk pecahan kaca, puing kayu dari kehancuran mendadak sebuah bangunan.
Semua yang tewas saat itu adalah korban serangan bom bunuh diri pada Minggu (31/01/2023) yang tercatat sebagai anggota kepolisian Pakistan.
Pelaku sangat berani karena dia melancarkan aksinya saat para korban melaksanaan ibadah salat di masjid yang letaknya dalam markas kepolisian yang tak pernah lengah melakukan penjagaan ketat
Kepolisian Pakistan menuduh pelaku aksi bom bunuh diri adalah anggota kelompok Islam garis keras yang berafiliasi dengan Thaliban Afghanistan.
“Pelaku adalah warga Pakistan yang menyebut kelompoknya dengan nama :
kelompok milisi Tehrik-i-Taliban Pakistan (TTP)”
Tuduhan itu beralasan karena pengalaman sebelumnya menunjukkan kelompok ini kerap mengganggu stabilitas keamanan Pakistan melalui aksi-aksinya yang brutal.
Mereka membunuh dengan peluru, dengan senjata tajam atau apa saja. Bahkan jika harus mengorbankan nyawa sendiri dengan meledakkan bom di tangan.
Bagi kelompok ini, atau kelompok penebar teror lainnya, kehilangan nyawa bersama korban, sekali pun pihak korban tak bersalah. Walau sesama penganut tauhid.Biar pun target dalam posisi beribadah kepada Tuhannya, hidupnya harus diakhiri agar mendapat tiket masuk surga.
Dunia terperangah pada 2014 membaca teror berdarah yang dilancarkan oleh kelompok ektrem pada sebuah sekolah.Dari 114 korban jiwa, dominan anak-anak.
TTP tidak mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, namun militer Pakistan melancarkan aksi besar-besaran pasca kejadian.
Tentara merengsek masuk ke sejumlah markas militan. Kontak senjata terjadi.Akhirnya kelompok teror mundur.Mereka kabur ke Afghanistan.
Alhasil, terbukti pengaruh TTP jauh berkurang dan insiden kekerasan militan di dalam negeri menurun drastis pasca serangan militer Pakistan. Klaim TTP bahwa pihaknya bukan pelaku kejahatan terhadap anak sekolah hanyalah isapan jempol.Sebuah kemunafikan nyata yang pantas diberi tiket ke neraka zaqar.
Tak salah mengatakan, “Melemahkan atau membunuh manusia yang berseberangan dengan idiologi merupakan ibadah jihad” adalah doktrin pergerakan dan perjuangan Thaliban Pakistan
Menguasai Peshawar?
Satu fakta yang perlu dicermati yang diungkap oleh kepolisian setempat ialah kelompok Thaliban Pakistan memaksakan ajarannya kepada warga masyarakat.
Tujuannya: menguasai Peshawar, sebuah wilayah di Pakistan yang berbatasan langsung dengan Afghanistan.
“Semua orang khawatir apa yang akan terjadi selanjutnya karena perlu waktu panjang dari terorisme ke pariwisata di Peshawar. Sekarang Peshawar sangat terpengaruh oleh terorisme”, ungkap
Ashraf Ali, yang menjalankan organisasi donor darah sebagaimana dilansir BBCnews Indonesia,edisi Rabu (1/2/2023).
Menebar rasa takut dengan bom dan senjata api oleh kelompok bersenjata yang terorganisir dan terlatih adalah sebuah bentuk ancaman pada masyarat sipil yang lemah.
Secara teori, manusia, siapa pun dia, jika mentalitas nasionalismenya minim, dalam posisi lemah secara militer, niscaya akan mengikuti keinginan Thaliban Pakistan yang mengancamnya dengan senjata api atau senjata tajam.
Apalagi ancaman itu dipercantik dengan janji-janji manis, misalnya surga, ketundukan manusiawi seorang anak manusia dalam tekanan psikis ataupun fisik pasti terjadi dalam bentuk janji setia mengikuti gerakan teror kelompok garis keras ini.
Pertanyaannya kemudian apakah Thaliban Pakistan ingin menguasai wilayah Peshawar untuk kemudian dijadikan negara Islam berbasis ajaran ekstrem Thaliban?.
Gerakan Thaliban Pakistan mirip dengan gerakan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kahar Muzakkar yang berlangsung dari 1950 sampai 1965 di Sulawesi Selatan
Konon, tujuan utama Kahar ialah mendirikan negara Islam Indonesia Timur. Namun gagal karena Presiden Sukarno yang nasionalis tulen, memerintahkan militer menumpasnya(*)