Sabtu (17/072021) pkl.21.18 Wit ,Saya menemukan kenyataan ini; satu orang penjual pisang epe Jln.Somba Opu memberi respon kurang sedap kepada Satuan Tugas Pengurai Kerumunan (Satgas Raika) Kecamatan Ujung Pandang terkait bantuan sosial.
Sambil bersih-bersih, Fulan , nama samaran, ajukan complain.Nadanya marah namun tanggalkan kesan: ‘butuh belas kasihan’.
“Satu tahun lebih mi Pak kita dibatasi julan.Bantuan pemerintah tidak ada.Kenapa sampai sekarang kami masih dibatasi menjual. Bapak enak, karena dapat gaji bulanan.Kami tidak”.
Satgas Raika yang berisi Satpol PP, TNI, Polri dan Satlinmas, yang datang dalam jumlah 32 peronil di hadapan Fulan malam ini, menanggapi keluhan Fulan tadi secara humanis dan persuasif.
Keadilan
Kebanyakan dari kita paham, penegak hukum seperti Satgas Raika bekerja untuk menegakkan hukum dan keadilan yang berwujud UU beserta turunannya seperti Perda, Pergub, Perwali atau Perbup.
Hukum — aturan prokes berbasis Perwali Kota Makassar cq Kesbangpol nomor 443.01/334/S.Edar/Kesbangpol/VII/2021 poin 4 — mengatakan, batas waktu bagi pelaku usaha makanan yang menawarkan makan di tempat sampai pukul.17.00 Wit dan untuk pesan antar dibatasi pukul.20.00 Wit.
Sedangkan keadilan menghendaki semua pelaku usaha tanpa kecuali harus taat pada aturan tu.
“Saya melihat, bapak Fulan masih menerima pembeli makan di tempat di atas pukul.20.00 Wit. Padahal penjual pisang epe lain sudah tutup sejak tadi.Apakah adil kalau kami membiarkan bapak tetap menjual .Tentu tidak adil, kan Pak?”, jelas Dan Ramil 1408-07 Ujung Pandang Mayor Inf Rafiuddin,ST,MSi dengan nada bertanya.
Apa yang terjadi ?. Dapat ditebak. Si fulan bersama orangtuanya memilih sikap ‘delapan enam’.Mengikuti himbauan Satgas Raika. Ia bahkan berjanji, tidak akan mengulangi “kenakalannya”.
Menanggapi pelaku usaha yang “temperamental” dengan cara-cara sejuk juga pernah saya saksikan di Café Ombak Jln.Ujung Pandang, Kota Makassar pada Sabtu (29/05/2021) pukul. 21.25 Wit.
Dengan nada tinggi Owner Café Ombak menyemprot Komandan Patroli Satgas Raika Kecamatan Ujung Pandang yang malam itu dipegang oleh Lurah Sawerigading .
Setelah beberapa lama mendapat penjelasan , akhirnya si owner, melalui karyawannya, bersedia membuat surat pernyataan untuk menutup cafenya tepat pukul.22.00 Wituntuk hari-hari berikutnya.
Argumentasi penegakan hukum dan keadilan yang disampaikan dengan cerdas dan tenang efektif merubah emosi pelaku usaha yang sebelumnya sempat mendidih menjandi dingin. Prilaku kotraproduktif berubah menjadi produktif
Dua Faktor
Rendahnya kesadaran hukum yang tercermin pada tingkat ketaatan pada prokes di masa pandemi pada umumnya dipertontonkan oleh pelaku usaha kelas kecil dan menegah (UKM).
Di samping rendahnya tingkat keyakinan akan keberadaan Covid-19, ketidak taatan juga terjadi karena desakan ekonomi. Dari dua faktor ini, desakan ekonomi menjadi dalih yang terbanyak.
Itu kesimpulan yang ditarik dari sejumlah kasus yang penulis temukan selama setahun lebih mengikuti patroli penegakan perda bersama Satpol PP, TNI,Polri dan Satlinmas di wilayah Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.
Karena itu bantuan sosial dan sikap cerdas penegak perda dalam membangun komunkasi dengan pelaku usaha merupakan keniscayaan di masa penerapan PPKM atau lockdown dalam meredam emosi rakyat bawah(*)