Liputantimur.com | Manggarai – Merupakan Madrasah jenjang pertama dan satu-satunya yang didirikan di Ruteng Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur Indonesia. Berdirinya MI Amanah Ruteng dilatar belakangi oleh tingginya minat masyarakat (khusus umat Islam) ingin anaknya bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang bernuasa Islami.
MI Amanah Ruteng didirikan pada tahun 1998 dibawah naungan Yayansan Baiturrahman Ruteng yang berlokasi di Jl. Bengawan Kelurahan Satar Tacik Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Ironisnya Sekolah yang menjadi tempat untuk mendidik Generasi malah menjadi Ladang konsiprasi jahat. Pasalnya kejadian ini saat salah satu Pegawai Sekolah yang enggan disebutkan namanya menyampaikan ke awak media bahwa kejadian sudah lama terjadi bahkan diulang – ulang dari tahun ke tahun.
Lebih lanjut ia menambahakan kelaupun ini dilaporkan maka pihak Yayasan menggunakan Preman untuk memberantas siapa saja yang buka Bulut terkait ini.
Apa lagi rata-rata diruteng ini Muslim Minoritas dan pendatang, sedangkan orang dalam Yayasan ini ada kawin mawin dengan orang asli Ruteng. Tuturnya.
Saya sendiri honorer dan mengalami langsung kejadian ini. Katanya.
MI Amanah Ruteng, ladang Pungli dan Korupsi
Penerimaan Dana Bos MI Amanah Ruteng tahun 2024/2025 dengan data siswa sejumlah 385 siwa dikalikan dengan penerimaan dana Bos per siswa sejumlah Rp. 1.100.000,00. jadi total dana Bos yang diterima sekolah sebanyak Rp. 423.500.000/tahun.
Penerimaan dana komita 2024/2025 dengan data siswa sejumlah 385 siswa dikalikan jumlah pembayaran yuran rutin siswa perbulan adalah Rp. 70.000’00/siswa, maka didapat dana SPP dalam setahun adalah 385 X 70.000 X 12 Bulan = Rp. 323.400.000/Tahun
Penerimaan uang MI Amanah Ruteng dalam setahun sejumlah RP. 746.900.000.
Namun, meski memiliki pemasukan melimpah, sekolah ini justru diduga tidak membayar gaji 13 tenaga honorer, termasuk guru dan pegawai. Di tengah keluhan para tenaga pendidik, pihak yayasan dan Kepala Madrasah Syuab Tahir justru lebih fokus menggenjot pembangunan ruang kelas baru.
Dugaan praktik Pungli MI Amanah Ruteng yang Terstruktur Menjadi Surga Tersembunyi?
Ruteng – MI Amanah Ruteng ada dugaan praktik pungli dalam pengelolaan SPP siswa mencuat. Sesuai ketetapan komite, setiap siswa diwajibkan membayar Rp 70.000 per bulan, namun dana tersebut diduga dialirkan ke dua pos utama yang menimbulkan kecurigaan.
Sebanyak 40% atau Rp 184.800.000 per tahun dialokasikan untuk pembangunan sekolah, sementara 30% atau Rp 138.600.000 per tahun mengalir ke Yayasan dan kolega, tanpa kejelasan penggunaannya.
Hingga saat ini, tidak ada transparansi mengenai bagaimana dana tersebut dikelola, menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat dan tenaga pendidik. Dengan aliran dana yang begitu besar, banyak pihak mempertanyakan apakah MI Amanah Ruteng telah menjadi “surga tersembunyi” bagi oknum tertentu yang mengambil keuntungan dari pungutan yang seharusnya digunakan untuk kemajuan pendidikan.
MI Amanah Ruteng : Komite Mencekik Sekolah,
Ruteng – Dugaan pengelolaan keuangan yang tidak transparan di MI Amanah Ruteng, Komite sekolah yang seharusnya berperan mendukung operasional justru diduga menjadi beban finansial bagi sekolah.
Seluruh pembangunan ruang belajar di MI Amanah Ruteng selama ini murni berasal dari bantuan pemerintah daerah maupun Kementerian Agama (Kemenag), tanpa kontribusi nyata dari yayasan. Namun, alih-alih membantu operasional dan kesejahteraan tenaga honorer, komite justru membebani sekolah dengan utang yang terus membengkak.
Setiap pencairan Dana BOS, sekolah wajib membayar utang kepada komite yang kini mencapai Rp 150.000.000 untuk periode 2024/2025. Jumlah ini terus bertambah setiap tahun, membuat sekolah lebih sibuk melunasi utang ketimbang meningkatkan kesejahteraan guru atau memperbaiki fasilitas pendidikan.
Honorer Makan Angin, Uang Masuk Kantong Pemegang Proyek
Dokumentasi sisa material pembangunan di MI Amanah Ruteng
Di sisi lain, nasib tenaga honorer semakin terabaikan. Gaji mereka tak dibayarkan dengan layak, namun tuntutan kerja terus meningkat. Jika ada yang berani bersuara, ancaman pemecatan langsung menghadang di depan mata.
Ironisnya, yayasan dan pimpinan MI Amanah Ruteng justru terus memaksakan pembangunan proyek dengan alasan memenuhi kebutuhan sekolah. Padahal, dana sekolah kerap digunakan terlebih dahulu untuk menutupi biaya pembangunan, sambil menunggu bantuan daerah yang dijanjikan.
Ketika dana bantuan akhirnya cair, sejumlah uang yang sebelumnya digunakan sekolah diganti oleh pemegang proyek.
Namun, anehnya, setelah uang tersebut dikembalikan, tidak ada yang mengetahui ke mana dana itu mengalir. Jika pembangunan didanai oleh bantuan tanpa harus mengeluarkan dana sekolah, ke mana perginya uang yang sudah dipakai sebelumnya?
Dugaan praktik korupsi ini semakin terang, namun hingga kini tidak ada transparansi dalam pengelolaan anggaran di MI Amanah Ruteng. Sejumlah pihak mendesak audit menyeluruh dan investigasi mendalam agar sekolah tidak terus menjadi “ladang basah” bagi segelintir oknum yang mencari keuntungan pribadi.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak yayasan dan kepala madrasah belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan ini. (lt/red)