Liutantimur.com | Manggarai – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Aktivis Muda Indonesia (Gamasi) merasa geram mengutuk keras tindakan represif dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat Poco Leok oleh aparat penegak hukum.
Pada hari/tanggal (Rabu 2/10/2024), PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai memaksa masuk ke wilayah Pocoleok untuk membuka akses jalan untuk proyek Geothermal. Masuknya PLN dan Pemkab ini diiringi dengan pengamanan aparat kepolisian, TNI Angkatan Darat, dan Polisi Pamong Praja. Upaya tersebut dihadang oleh warga dan direspon oleh aparat dengan pemukulan dan penangkapan. Baca juga, KP – GRD Mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolda NTT, Diduga Menutupi kekerasan Aparat terhadap Masyrakat Poco Leok
Berdasarkan informasi langsung dari media dan warga sekitar, aparat kepolisian, TNI Angkatan Darat, Pol-PP tidak memperbolehkan warga Pocoleok mengambil gambar. Puluhan orang luka-luka dan beberapa tidak sadarkan diri karena mendapatkan kekerasan dari aparat kepolisian berseragam lengkap.
Ada sekitar 4 orang yang ditangkap polisi. Aparat mengatakan akan melepas mereka, ketika warga bubar. Salah satunya adalah jurnalis media dari Floresa. Baca juga, Komoditi Bawang Merah ke Makassar, Badan Karantina Reo diduga Asal – asalan beri izin
Menguatnya penolakan warga atas rencana perluasan penambangan panas bumi tersebut tidak membuat pemerintah dan PLN mengurungkan rencana melanjutkan perluasan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu ke Poco Leok. Padahal, rencana itu berakibat menghilangnya lahan dan ruang hidup warga, serta merusak berbagai mata air yang menjadi tumpuan utama warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari.
Sugianto Selaku Sekertaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Aktivis muda Indonesia (Gamasi) juga Mendesak Kapolda NTT Untuk segera copot Kapolres Menggarai yang juga di duga mendiami dan menutupi kekerasan yang di lakukan aparat terhadap masyarakat Poco leok, Tutupnya.