Liputantimur.com, Opini – Pekerja Honorer, Pekerja Kontrak, Outsourcing, Harian Lepas dan Pengemudi Ojek Online adalah Pekerja yang berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR).
Dikutip dari keterangan media pada 29 Maret 2023, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB) Abdullah Azwar Anas menyatakan bahwa para pekerja honorer tidak akan mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan pada tahun 2023.
Menurutnya, THR hanya diberikan untuk para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang digaji dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Di waktu yang bersamaan, Kementerian Keuangan juga mengatakan Tunjangan Hari Raya Keagamaan untuk ASN pada hari raya tahun 2023 hanya diberikan sebesar 50% dan dibayarkan setelah lebaran.
Kebijakan ini menambah daftar panjang kesengsaraan dan membuat masa depan para pekerja honorer semakin suram serta jauh dari kesejahteraan setelah sebelumnya rencana pengapusan tenaga kerja honorer ramai dibicarakan.
Tenaga kerja honorer di Indonesia hampir tidak pernah mendapat perhatian dari Pemerintah. Padahal keberadaannya sangat menunjang atau bahkan menjadi garda terdepan dari kerja-kerja Pemerintahan di kota maupun di pelosok desa, seperti Guru, penyuluh keluarga berencana, penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, bidan desa, tenaga kesehatan dan sebagainya, yang jumlahnya sekitar tiga juta tenaga kerja.
Baca Kemiskinan, Mitos Kuda dan Burung Gereja
Selain itu juga makin marakanya sistem kerja kontrak, outsourcing, dan sistem kerja harian lepas disemua sektor industri yang makin menambah permasalahan ketenagakerjaan yang timbul akibat hubungan kerja yang flesibel tersebut.
Di ruang lingkup pemerintahan, masalah hak-hak kepegawaian, pemerintah selalu berdalih kekurangan atau tidak memiliki anggaran untuk dialokasikan kepada tenaga kerja honorer dan pegawai kontrak. Namun di saat bersamaan, satu orang pejabat (ASN) pemerintahan upahnya dalam satu bulan bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Bahkan anggota DPR gaji dan tunjanganya rata-rata bisa mencapai 10 milyaran perorang/pertahun. Berdasarkan hal tersebut, dalih kekurangan atau tidak memiliki anggaran tentu tidak relevan dan tidak masuk akal. Ditambah dugaan korupsi ratusan triliun uang negara yang dilakukan pejabat dibawah Kementerian Keuangan.
Hal serupa juga disampaikan Kementerian Ketenagakerjaan (KEMNAKER) yang mengatakan bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan hanya diberikan kepada mereka yang memiliki hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja.
Pernyataan ini disampaikan merespon pertanyaan terkait THR Keagamaan untuk hubungan kerja berstatus kemitraan seperti pengemudi ojek online dan sebagainya. Hubungan pengemudi ojek online dengan perusahaan ojek online (aplikator) adalah hubungan kerja, bukan hubungan kemitraan.
Hal ini didasarkan dengan adanya perintah kerja, pekerjaan dan juga upah. Upah yang diterima pengemudi ojek online adalah upah berdasarkan satuan hasil. Sehingga berdasarkan hal tersebut, pengemudi ojek online seharusnya berhak atas Tunjangan Hari Raya Keagamaan sebagaimana pekerja lainnya.
Namun, Pemerintah dan Kementerian Ketenagakerjaan justru lepas tanggungjawab dengan dalih kemitraan yang belum jelas aturan hukumnya, alih-alih memberikan perlindungan kepastian kerja dan juga hak-hak lainnya.
Konfederasi KASBI menilai berbagai kebijakan Pemerintah saat ini tidak pernah berpihak kepada kelas buruh/pekerja dan selalu mengesampingkan atau mengabaikan kepentingan rakyat kecil.
Disahkannya PERPPU Cipta kerja menjadi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja, kemudian diterbitkannya aturan PERMENAKER Nomor 5 Tahun 2023 yang berisi legitimasi pemotongan upah bagi buruh di sektor industri Padat Karya, hingga pelepasan tanggungjawab Pemerintah terhadap hak-hak pekerja honorer, pengemudi ojek online dan sebagainya merupakan sederet kebijakan yang semakin menjerumuskan kaum buruh dan rakyat ke jurang kemiskinan dan kesengsaraan.
Baca Anarki Sorot Upah Pekerja oleh CV. Browcyl
Oleh karena itu, Konfederasi KASBI menuntut dan mendesak Pemerintah dan Pengusaha industri manufacture, juga Perusahaan Transportasi Online, untuk :
1. Memberikan jaminan dan perlindungan atas pekerjaan, serta penghidupan yang layak bagi setiap warga negara Indonesia.
2. Memberikan THR bagi para pekerja honorer dan pengemudi ojek online, pekerja kontrak, outsourcing dan harian lepas sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
3. Mencabut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan PP Turunannya, serta Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan, sebagai bentuk dukungan terhadap pegawai ASN non PNS, pekerja honorer, pengemudi ojek online dan seluruh pekerja/buruh lainnya yang dirugikan dan hak-hakya dirampas oleh kebijakan-kebijakan Pemerintah selama ini.
Salam Juang ! Salam Muda Berani Militan !
Oleh: Eddy Aspiansyah Al-Aidid (KETUA UMUM Federasi Serikat Guru Patriotik Indonesia FSGPI-KASBI)