RUPANYA jamak orang memaknai kritik secara sempit. Contoh Fulan. Kepada si pengkritik, si Fulan bertanya, “Apa sumbangan kamu pada bangsa dan negara. Eloo, hanya bisanya melempar kritik , toh?”
Jujur, pertanyaan itu sejatinya menunjukkan kebodohan si Fulan. Juga bernuansa ‘meremehkan’.Arogan.
Bagi Fulan mereka yang berhak mengkrtik hanyal PNS, ASN, karyawan Swasta, legislator,dan buruh. Pokoknya kelompok yang memiliki status sosial pekerja. Karena mereka inilah dipandang punya kontribusi pada negara. Di luar kelompok ini, kelompok ‘job less’, tidak punya hak melempar kritik. Lucu. Menggelikan.
Mengaku demokrstis namun sikapnya otoriter, anti demokrasi.Lucu, kan?
Fulan lupa, bahwa kritik yang bermuatan ide, gagasan, atau pemikiran esensinya merupakan materi bersifat abstrak. Bisa disebut ‘rohnya materi’ bernama prilaku yang benar. Atau ruh dari sebuah ‘bom atom’.
Asal tau saja, sebelum bom atom tercipta, hadir, nyata, di depan mata, dan dirasakan dampak negatifnya oleh manusia, ia hanyalah berupa ‘ide abstrak’ dalam bentuk rumus fisika E=M.C2. Rumus ini bersemayam di otak Albert Einstein, pemenang Nobel Fisika.
Pasca ide atau teori Einstein diterjemahkan para insinyur teknik, ide atau gagasan Einstein yang abstrak, berubah menjadi benda konkrit berupa bom atom yang meluluhlantakkan Hirosima dan Nagasaki,Jepang pada 1945.
Tanpa Albert Einstein, bom atom takkan tercipta saat itu. Dan Jepang yang ketika tahun 45 masih merupakan negara ‘agresor’, tetap mencengkram Nusantara.
Jika diuangkan, banyak ide atau gagasan jauh lebih mahal harganya dibanding, misalnya, sebuah peswat ruang angkasa.Seperti ide Einstein E=M.C2 yang membuahkan materi konkrit bernama bom atom,Harganya ratusan miliar. Bahkan ada yang dihargai sampai triliunan.
Itu berarti, Indonesia bisa menjadi negara terbelakang jika setiap kritik atau sumbangan pemikiran kritis dibungkam. Sebab pada akhirnya lebih banyak orang-orang cerdas, punya ide brilian atau terobosan baru, bernilai tambah yang tinggi, tutup mulut dan ogah lagi menggelar aksi meluruskan langkah penguasa yang melenceng.
Bisa dipahami, mengapa dikatakan, hanya orang cerdas yang melihat kritik, bahkan prilaku bermoral, beretika, dan taat hukum merupakan sumbangan non materi, non tenaaga kerja, dari seorang pada pembangunan bangsa adan negara.
Nah, agar anda tidak menerima gelar yang tak sedap (dungu) tingkat dewa, tutup mulut anda untuk pertanyaan bodoh dan angkuh seperti ucapan si Fulan(*)