Liputantimur.com, Takalar – Dunia sandiwara, sebait kata yang sering terdengar dalam lantunan sebuah lagu tempo dolue, memang benar beragam lakon yang diperankan seseorang untuk meraih kepuasan hati namun sayang terkadang sifat manusia yang karena egonya berani merangkai sebuah langkah tapi akan sesungguhnya sebuah kejahatan yang pasti juga nantinya akan dipahami oleh orang banyak.
Seperti kasus yang menimpa Lumba Dg.Ngani, seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) miskin yang juga tersandung masalah pidana hingga ke meja hijau gara-gara membantu orang lain yang malah justru disudutkan secara tidak hormat yang dalam arti pepatah kebaikannya ibarat air susu dibalas air tuba.
Air mata kesedihan tentunya akan spontan mengalir jika saat ini kita melihat kondisi keseharian Lumba Dg.Ngani bersama Suaminya Dg.Liwang yang hidup dalam kekurangan/kemiskinan.
Hidup serba kekurangan dan harus menanggung empat orang anaknya, sungguh kasihan, hasil perjuangannya beberapa tahun lalu kini pupus dan nyaris tak berdaya pasangan ini dikarenakan tipu muslihat orang yang tidak bertanggung jawab yang telah dibantunya sehingga rumahnya bisa jadi disita oleh pihak Bank.
“Seseorang yang tidak mengakuinya lagi sebagai keluarga telah menjerumuskan Lumba Dg.Ngani ke mimbar pengadilan dengan tuduhan perampasan dan pengancaman, tapi itu adalah sebuah sandiwara karena hasil investigasi Lembaga Pemantik di lapangan, merumuskan sebuah kesimpulan bahwa seseorang yang telah dibantu oleh Lumba Dg.Ngani bersama Suaminya Liwang, sengaja membuat sebuah skenario pemerasan dan pengancaman agar utangnya bisa lunas,” ungkap Rene Wijaya kepada Media Kamis (30/11/2023)
Baca Penangguhan Lumba Dapatkan Apresiasi, Kuasa Hukum: Biarlah Proses Hukum Membuktikan
Rene melanjutkan bahwa Liwang dan Lumba rela mengambil kredit senilai 75 juta dan meminjamkan penuh keikhlasan sebanyak 45 juta kepada orang yang telah melaporkannya, dan sangat kuat dugaan kami karena ingin terbebas dari utangnya dibuatlah skenario licik tersebut, bukan itu saja, saudara dan orang tua Lumba juga menjadi korban kredit dari kelicikan si pelapor,” terangnya
Terkait permasalahan ini, awalnya telah ditangani Pemerintah Desa tapi karena itikad tidak dari wanita ST (inisial) yang selalu beralasan damai asal lunas utangnya tidak bisa diterima oleh Lumba dan Suaminya, karena berdasarkan pengakuan beberapa saksi yang ada di TKP saat kejadian mengatakan jarak antara Lumba Dg Ngani dengan ST adalah sekitar 10 meter, serta kayu yang dipegang oleh Lumba Dg.Ngani tidak diayungkan kepada ST, melainkan hanya ditusuk ketanah oleh Lumba Dg Ngani Sakin kesalnya kepada ST yang tidak mau membayar utangnya sedangkan Lumba Dg Ngani telah ditagih oleh pihak Bank,” tuturnya.
Hasil investigasi tambahan yang kami temukan dilapangan, pengakuan banyak saksi bahwa kayu yang dipegang dan ditusuk tusukkan ke tanah oleh Lumba bukan kayu atau balok yang dihadirkan di persidangan, fakta yang menguatkan, pemilik kayu/balok hadir ke meja persidangan meminta kayu/baloknya karena barang bukti itu diambil secara sengaja oleh ibu (orangtua) pelapor dan menjanjikan akan memberi uang kepada pemilik kayu,” ini adalah konspirasi jahat berjamaah yang seharusnya menjadi barometer bahwa kasus ini di sinyalir terkesan dipaksakan,” tambahnya
Meski begitu, Rene memberikan apresiasi kepada kejaksaan dan hakim serta berharap keadilan ditegakka dari kasus tersebut yang menurutnya disinyalir ada modus kejahatan atau kriminalisasi.
“Kebijakan Jaksa dan Hakim kami apresiasi semoga bisa lebih mendalam memahami modus kejahatan yang dilakukan ST bersama ibunya,” tegasnya .
Baca Nasib Pilu Seorang Ibu Hamil yang Mendekam dalam Jeruji Besi
Sementara itu Mirwan., S.H Kuasa Hukum PR Lumba Dg Ngani saat dikonfirmasi terkait kasus tuduhan yang disangkakan kepada kliennya, menyampaikan
“Kami sebagai Pembela keadilan secara ikhlas tanpa memandang komersil membantu Lumba Dg Ngani dikarenakan kasus yang diamaminya sangat kuat dugaan kami adalah rekayasa pelapor, dan pada saat proses persidangan pemeriksaan saksi korban, Pr ST memberikan kesaksian saat itu berada di bawa rumah panggung sedangkan Pr Lumba ada di depan rumah dengan jarak tiga meter sambil memegang balok koseng pintu dengan panjang sekitar satu meter menggunakan satu tangan,” ungkap Mirwan selaku Pendamping hukum terlapor Lumba.
Mirwan menyambungkan “Apakah itu masuk akal sedangkan balok yang dihadirkan di persidangan beratnya luar biasa dan sangat lucu bisa digayungkan dengan satu tangan, aneh lagi kata ST kena pelipisnya juga sangat aneh apalagi tidak ada bukti fisum, jadi kami menilai apa yang disangkakan kepada Klien kami memang hanya sebuah akal-akalan semata dipertontonkan ST di depan persidangan,” tutur Mirwan.
Lanjut Mirwan memaparkan “Secara logika, panjang balok satu meter di tambah panjang tangan 50 cm artinya total jangkauan adalah 1,5 meter. Sedangkan jarak antara ST dengan lumba adalah 3 meter menurut korban dan diperkuat oleh saksinya 2 orang. Selain itu, balok koseng pintu dengan panjang sekitar 1 meter menggunakan 1 tangan untuk diayungkan ke kepala korbam sangatlah mustahil mengingat beban berat balok koseng pintu tersebut,” terangnya lagi.
Dan di tempat terpisah, perempuan Lumba Dg Ggani yang ditemui di rumah kumuhnya, membantah bahwa balok yang dijadikan alat bukti adalah bukan yang dia jadikan tongkat saat itu, serta terkait dengan tuduhan pengancaman dan perampasan, Lumba Dg Ngani tegas membantah bahwa semua itu tidak benar.
“Betul ada uang senilai 2,4 juta tetapi dana tersebut adalah pembayaran pinjamannya ke saya yang sudah lama dijanjikan oleh ST, ” jelas Lumba sambil menangis menatap bayinya yang lagi disusui. (Tim)