Oleh : Pettarani
mereka adalah pemimpin agama, kelompok intelektual, kalangan pelaku usaha, militer dan kelompok pekerja (kaum buruh).
Pada pertarungan perebutan kekuasan kelima elemen masyarakat ini memainkan tiga peran dasar : pemimpin opini, penghasut, dan bahkan pelaku utama dalam perebutan kekuasaan.Kita bisa melihat jejaknya dalam sejarah politik perebutan kekuasaan di Asia, Eropa, Afrika dan Amerika.
Mari kita tengok satu persatu dalam lima bagian tulisan sampai 12 hari ke depan.Kita awali dengan peran tokoh agama.
Tokoh Agama
Di Mesir kuno Firaun Akhenaten atau Amenhotep IV (1353-1336 SM) meninggal dunia kibat pembunuhan berencana oleh konspirasi orang dalam kerajaan dengan para pendeta gama .Firaun ini meregang nyawa akibat racun yang dia minum.
Terungkap pembunuhan ini bermotif pengambilan kekuasaan yang dimotivasi oleh kemarahan para pemuka agama pada Amnhotep IV yang menganut agama monoteisme, penyembah satu dewa.Kekuasaan beralih ke Firaun Haremheb atas restu para pendeta Ammon penganut politeisme yang sangat berpengaruh di kala itu.
Sekitar 100 tahun kemudian Firaun Ramses II naik tahta. Apa yang dicatat oleh sejarah dan kitab suci ialah, Ramses II terpaksa harus membunuh Nabi Musa as karena takut kekuasaannya beralih ke Nabi Allah ini. Maklum, sang nabi memiliki pengikut ratusan ribu orang dari kaum Yahudi dan Mukjizatnya tiada tanding.
Tetapi ujungnya, Musa as dan pengikutnya selamat sementara Ramses II dan tentaranya tenggelam ke dasar laut merah.
Melihat ke belakang, ketakutan Ramses II terjadi akibat pengaruh dan tekanan dari para pendeta Ammon.Dengan tipu dayanya para pendeta ini memfitnah Nabi Musa as akan merebut kekuasaan dari tangan sang Firaun.Para Ammon ini harus melakukan perbuatan keji karena merasa yakin posisinya terancam jika Ramses II benar-penar pindah ke agama monoteismenya Nabi Musa as.
Memang kemungkinan besar Ramses II beralih keyakinan ada benarnya.Pasalnya, Firaun yang satu ini melihat kenyataan di hadapannya, para ahli sihir yang begitu diandalkan ternyata sangat lemah di hadapan Nabi Musa as. Kedua,Ramses II juga menyaksikan langsung para ahli sihir seketika hijrah ke agama Musa as.
Bagi Firaun ini, perpindahan agama ke monoteisme Nabi Musa as dalam waktu singkat adalah jalan yang benar kepada agama monoteisme Musa as.Saat itulah jeyakinannya akan kebenaran agama Nabi Musa as mulai tumbuh.
Akan tetapi karena pengaruh dan mungkin juga ancaman datang dari para pendeta Ammon secara intens, akhirnya Ramses II bersikap sombong dan menolak agama Nabi Musa as. Di sini Ramses II lemah dalam manajemen konflik.Akibatnya dirinya sendiri harus membayar dengan harga mahal: kehilangan nyawa di laut merah
Tiba di jaman Nabi Muhammad s.a.w sampai Kekhalifahan Ustmaniah, kita menyaksikan dua kerajaan terkuat di dunia yakni Persia dan Romawi Timur takluk di tangan toko utama agama Islam yang disebut Khalifah.
Pada perang salib satu dan dua kita tak bisa menyangkal betapa kuatnya pengaruh tokoh agama dalam peperangan perebutan hegemoni agama dunia: Islam, Khatolik Protestan,dll agama. Di sini penulis batasi pada perang salib melibatkan Islam dan Kristen.
Di pihak Kristen Paus Urbanus II mengumumkan perang melawan kekhalifahan Islam.Terjadilah perang salib satu yang berlangsung dari tahun 1095 sampai 1291. Kemudian pada perang salib dua Paus Eugenius III bertindak sama seperti Paus Urbanus II. Perang berlangsung dari 1145 sampai tahun 1149.
Di pihak Islam orang pertama memimpin perang Salib ialah Kilij Arslan I adalah sultan Seljuk Rum kedua yang berkuasa antara 1092-1107. Kita juga mengenal Sultan Alauddin Al Ayyubi, Sultsn Al Baibar, Sultan Muhammad Al Fatih dalam penaklukan Konstantinopel.
Di awal perkembangan Islam khalifah adalah wakil Allah: pemimpin politik sekaligus pemimpin agama.
Masih banyak lagi baik di pihak Kristen maupun pihak Islam.Termasuk peperangan di kalangan umat dalam kerjaan Hindu.
Kita juga membaca perang paling besar dan cukup lama di Jawa ialah Perang Diponegoro dari 1825 sampai 1830.Kita tau Diponegoro adalah Islam dan salah satu pemimpin agama ini saat itu. Kharismanya mampu menciptakan pengikut setia hingga ratusan ribu orang.Modal kekuatan massa loyal ini menjadikan Diponegoro mampu mengimbangi kekuatan Belanda selama lima tahun.
Kemudian Ayatullah Ruhullah Khomeini, pemimpin utama Islam Syiah, berhasil merebut kekuasaan dari Raja Sah Reza Pahlevi pada 16 Januari 1979. Imperium Persia terakhir di tangan Raja Reza Pahlevi tamat.Sampai hari ini generasi Reza tak lagi memilik tempat di bumi Iran.
Agak ke sini, kita melihat pemimpin agama pejuang Thaliban berhasil merebut kekuasaan dari pemerintahan boneka Amerika Serikat. Sebelumnya Mujahidin mampu mempertahankan kekuasaannya di Afghanistan dengan mengusir tentara Merah Uni Soviet.
Di abad menegah,khususnya di Eropa, sejarah mencatat peran tokoh agama dalam politik disingkirkan akibat rasionalisme menguasai kebanyakan fikiran bangsa Eropa. Posisi mereka yang dulunya sangat kuat, digantikan oleh kelompok intelektual yang sekuler.
Namun di negara-negara dimana dominan penduduknya kuat dalam memegang agamanya, posisi pemuka agama tetap kuat dan berpengaruh hingga hari ini.
Contoh paling anyar ialah Thaliban di Afghanistan ,Pendeta Budha di Myanmar yang aksinya hendak melakukan hal semacam genocide terhadap umat Islam didukung oleh Junta Militer.Terakhir Pendeta Hindu garis keras di India yang menyokong PM Narendra Modi.
Agama, tulis Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Komarudin Hidayat, dimuat Harian Kompas, Kamis (3/2/2020:6), menyimpan kekuatan radikal.Kalau tidak, agama takkan mampu menciptakan perubahan sejarah, bahkan akan mati ditelan sejarah. Karena memimpin sebuah gerakan pemikiran radikal, semua nabi dihadang musuh.
Musa dikejar Firaun (Ramses II, pen)sampai menyeberang laut merah.Yesus dikejar-kejar penguasa sampai berakhir di tiang salib.Muhammad hendak dibunuh lalu hijrah ke Madina. Budha Gautama berbuat radikal, meninggalkan kemewahan istana dan memilih jalan derita.
Kekuatan radikal, inilah diantara sebab mengapa para tokoh agama memiliki magnet yang kuat bagi politikus dalam konteks perebutan kekuasaan.
Bersambung…