Liputantimur.com | Lutra – Kasus sengketa tanah kian marak dan menjamur di mana-mana baik di dalam perkotaan pun tak terkecuali di pelosok (Desa).
Hal itu terjadi tak jarang disebabkan adanya kelalaian pemerintahan setempat atau ulah oknum mafia tanah yang berkonkalikong dengan oknum pemangku kebijakan setempat untuk menjarah tanah milik warga yang berhak.
Selain itu, juga adanya faktor relasi kekerabatan, modal dan kepentingan pribadi atau segelintir orang, sehingga tak malu akan amanah yang diembangnya hingga menyalahgunakan segala kewenangan apalagi sampai menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, termasuk menerbitkan keterangan palsu di atas tanah untuk penerbitan sertifikat atau memberikan keterangan secara sepihak (tidak adil) atau tidak benar.
Seperti halnya konflik antara warga soal tanah di Desa Baku-Baku, Kecamatan Malangke Barat, Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan.
Di mana penerbitan sertifikat di atas tanah yang sedang bersengketa tersebut berdasarkan keterangan tanah yang ditandatangani oleh Kepala Dusun (Baku-baku) alias bukan pemerintah setempat.
Sementara Kepala Dusun Kambuno (pemerintah setempat) yang seharusnya berwenang menandatqgani atau mengetahui penerbitan sertifikat di wilayahnya justru tidak dilibatkan.
Ironisnya, Kepala Desa Baku-Baku, Sappe, justru terkesan mengaminkan hal tersebut dengan ikut terlibat melakukan pengukuran lokasi hingga menandatangani berkas formulir pendaftaran sertifikat tanah pleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Luwu Utara (Lutra) meskipun kades sendiri mengaku tidak mengetahui asal-muasal tanah tersebut.
Sehingga pihak ahli waris dari pemilik tanah an Asiya tidak menerima sebab tersebut merupakan lahan milik neneknya yang seluas karang lebih 7 Ha namun diklaim sekitar kurang lebih 2,5 Ha dengan adanya penerbitan 2 sertifikat dan sebagiannya lagi sudah dijual oleh pihak Nursan atau Mardiana.
Padahal Nursan dan Mardiana diketahui merupakan anak-ibu yang dianggap tidak berhak mengkalaim atau menjual tanah tersebut yang merupakan warisan dari nenek Liya (Asiya) bukan dari harta kakeknya.
Sehinggan menurutnya, secara silsilah ahli waris pihak yang mengklaim dengan 2 sertifikat tersebut tidak masuk sebagai ahli waris sebab bukan milik (kakek) laki-laki, tapi milik (Nenek) perempuan. Sedangkan yang mengkalaim dan menjual tanah tersebut hanya Anak/Cucu dari istri kedua kakeknya, bukan Anak/Cucu dari Asiya sendiri.
“Dulu kakek hanya merasa kasihan melihat mereka tidak punya lahan untuk mereka kerja, maka disuruh garap itu lahan oleh kakek untuk bisa menghidupi keluarga mereka, tapi sekarang sudah diklaim dengan membuatkan sertifikat meskipun kami sudah melarang termasuk pak Dusun Baku-baku jangan sebab itu harta dari pihak nenek saya bukan dari kakek, bahkan ada yang sudah mereka jual kurang lebih1 Ha ke pihak orang lain tanpa sepengetahuan kami sebagai ahli warisnya,” ungkap salah satu ahli waris Asiya. Rabu (03/07/2024).
Tambah Ahli waris dari Asiya menduga adanya keterlibatan pihak keluarga yang bekerja di pemerintahan untuk meloloskan berkas pengurusan 2 sertifikat di atas tanah neneknya.
“Mungkin karena diuruskan langsung oleh keluarga yang menjabat di pemerintahan seperti Kepala dusun yang merupakan Sepupu Nursan, Lisa anak Nursan sendiri yang bekerja di kantor Desa sampai bisa-bisanya tidak menerima permohonan kami agar tidak menerbitian 2 sertifikat tersebut karena kami ahliwarisnya Asiya keberatan,” tambah salah satu ahli waris.
Baca Lahan Warga Trasmigran Eks Timtim Dikembalikan
Hal ini dikonfirmasi ke pihak Kepala Desa Baku-Baku, Sappe dan Pihak yang mengurus berkas Sertifikat tersebut yakni Lisa sebagai Kasi Kesra dan Haerul, kasi pemerintahan serta Asbul sebagai Kadus Baku-baku.
Informasi yang berhasil dihimpung tim media ini, terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penerbitan 2 unit sertifikat atas tanah di wilayah Dusun Kambuno yakni sertifikat atas nama Nursan dan Mardiana.
Diduga terjadi malanimistrasi serta dugaan adanya penerbitan keterangan palsu dalam surat keterangan tanah.
2 unit sertifikat yang diurus oleh staf Desa (Lisa) bersama Kadus Baku-baku yang mengetahui berkas-berkas hingga pengukuran lokasi tanah yang sedang bermasalah.
Saat dipertanyakan, Kepala Dusun Baku-baku, Asbul, mengakui kesalahan dalam penerbitan 2 sertifikat sebab dirinya menandatangani beberapa berkas untuk syarat penerbitan 2 sertifikat Nursan dan Mardiana padahal objeknya masuk wilayah Dusun Kambuno.
“Tidak (komunikasi), karena Pak Dusun Kambuno Jauh ki,” singkat Kadus Baku-baku, Asbul, Kamis (4/7/24) saat ditemui di kantor Desa untuk konfirmasi terkait pengurusan berkas-berkas penerbitan 2 sertifikat tanah tersebut padahal objeknya masuk Dusun Kambuno.
Ia pun mengaku tidak melakukan mediasi saat pihak ahli waris dari Asiya (Lia) bermohon atau menyampaikan ke kepadanya agar tidak menerbitkan 2 sertifikat tersebut serta tidak komunikasi ke Kepala Dusun Kambuno.
Sementara Kapala Desa (Kades), Sappe, saat ditemui di kantor desa mengaku tidak tahu menahu atau paham soal asal-usul tanah tersebut, ia hanya tahu pihak yang bersengketa di atas tanah tersebut bukan orang lain (Keluarga).
Sappe juga mengaku hadir saat pengukuran ulang objek tanah tersebut oleh pihak BPN dan mengetahui atau menandatangani formulir pendaftaran 2 unit sertifikat atas nama Nursan dan Mardiana.
Tetapi Kades Sappe membantah tidak terlibat mengetahui (Menandatangani) surat keterangan tanah (SKT) untuk penerbitan 2 sertifikat tersebut, kecuali berkas dari BPN ia akui untuk diketahui dan tandatangani.
“Tidak tahu (riwayat) itu. oh tidak kalau keterangannya saya tidak mengetahui, nanti berkas dari BPN itu untuk sertifikat itu ada! (ditandatangani, Red),” kata Kades Sappe.
Sedangkan dipertanyakan ada hubungan apa Lisa dengan Nursan dan Mardiana dan Kadus Baku-baku yang mengurus penerbitan 2 unit sertifikat bermasalah tersebut.
Ternyata diketahui mereka adalah hubungan Ibu dan dan anak serta Kadus Baku-baku merupakan Sepupu Nursan sendiri atau om Lisa.
Kepala Desa Baku-baku, Sappe juga mengatakan yang bermohon untuk penerbitan 2 sertifikat itu adalah Nursan dan Mardiana sementara yang mengurus adalah Lisa dan Kadus Baku-baku yang mengetahui semua berkasnya.
“Lisa yang mengurus dan yang bermohon adalah Nursam dan Mardiani, Kalau lokasinya masuk (Dusun) Kambuno,” tambah Kades Sappe saat ditemui tim di Kantor Desa, Kamis (04/7/24)
Lalu kenapa bisa objek tanah tersebut justru ditandatangani Dusun Baku-baku, bukan Kepala Dusun Kambuno yang berwenang?
Sementara saat tim hukum dan awak media melakukan penelusuran di lokasi sengketa bersama pihak ahli waris Asiya (Liya), Kepala Dusun Kambuno juga Kepala Dusun Udu.
Ditemuai Kepala Dusun Kambuno, Ronal, mengaku tidak tahu dan terlibat dalam persoalan ini sebab tidak pernah disampaikan oleh kepala Dusun Baku-baku saat pengukuran berkas-Berkas untuk penerbitan 2 sertifikat tersebut sejak dari awal.
Bahkan dirinya menegaskan, jika dalam berkas pengurusan 2 sertifikat (Nursan dan Mardiana) tersebut ada mengatasnamakan tandatangan dirinya ia membantah hal itu merupakan pemalsuan.
“Kan begini pak Tabe, penerbitan sertifikat kemarin ini, kan ini memang tanah kan dua ini sertifikat memang wilayahku, tapi berkas berkasnya yang kemarin itu yang mengetahui dan tandatangan, bukan saya yang bertanda tangan, tapi Dusun Baku-baku, padahal na bilang ini sepupu bialang jangan ki dulu terbitkan pak dusun tapi kemarin berkas-berkasnya tidak ada sangkut pautku,” kata kadus Kambuno.
Lanjut kadus Kambuno, “Kalau segi peta memang Dusun Kambuno luas wilayahnya, termasuk mo tanah bermasalah ini memang kalau berbicara wilayah iya masuk wilayahku Dusun Kambuno, tapi itu berkas berkasnya itu yang kemarin untuk penerbitan sertifikat, kan sebernarnya disitu harus diketahui Kepala Dusun dan saya yang tandatangan aa tapi bukan saya yang tandatangan, kecuali kalau kapan ada tandatanganku berarti itu dipalsukan,” terangnya. (Tim/Red)