Liputantimur.com | Opini – Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki keragaman baik dari segi budaya, etnis dan keyakinan atau agama.
Potensi tersebut dapat dipandang dari dua sudut pandang yang berbeda di satu sisi potensi tersebut berimplikasi secara positif dalam penguatan nilai majemuk dan pluralitas bangsa dan mendukung falsafah bangsa, yaitu kebinekaan mengingat beragamnya bahasa etnis dan keyakinan.
Keragaman tersebut sangat berpotensi menjadi gerak evolutif untuk mewujudkan kebinekaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di lain hal keragaman tersebut menjadi sesuatu yang deskriptif ketika digunakan sudut pandang bahwa perbedaan yang ada kerapkali menimbulkan potensi konflik. Konflik tersebut bisa saja timbul dari faktor keyakinan, ideologi, ekonomi, sosial dan kepentingan politik apalagi isu politik identitas. Dewasa ini cenderung menguat.
Ada yang berpendapat bahwa Indonesia dalam ancaman politik identitas yang juga mengancam nilai kebhinekaan yang sejak dahulu diperjuangkan oleh bangsa selain itu, isu hegemoni dan dominasi mayoritas atau minoritas pun kerap kali menjadi batu sandungan dalam mewujudkan kebhinekaan implikasinya adalah motif dari kalangan mayoritas membungkam peran serta kaum minoritas.
Sehingga peran serta mereka dalam pembentukan nilai-nilai kebangsaan seringkali dikesampingkan padahal kontribusi minoritas dalam pembentukan nilai kesadaran dan keragaman dalam konteks berbangsa tak bisa dinegasikan.
Kontribusi tersebut bukan hanya dilihat dari sudut pandang kategorial yang dapat diukur dan diprediksi melalui data-data statistik. Namun, juga berbicara pada tataran nilai yang terbentuk kearifan lokal masing-masing budaya dan keyakinan yang seringkali justru mampu menjadi tenaga penggerak peradaban universal terutama menyangkut perdamaian global.
Konsepsi geostrategisnya sebagai makhluk yang memiliki hak-hak kemanusiaan yang sama. Kebijakan-kebijakan itu perlu dipertimbangkan. Pertama, Investasi sumber manusia (human resources) melalui peningkatan pendidikan yang dapat mewujudkan kreativitas atas daya sendiri dengan tetap dilandasi nilai moral yang dianutnya.
Kedua, redistribusi dalam seluruh aspek kehidupan. Ekonomi misalnya, redistribusi aset produksi yang mengarah pada kemampuan bagi semua untuk memperoleh kesempatan hidup dengan terpenuhinya kebutuhan pokok pangan, pakaian, pemondokan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
Dalam bidang bidang lain meliputi segi-segi yang menyentuh kesempatan menumbuhkan harga diri manusia, tumbuhnya rasa kebebasan dan meluasnya ruang hidup bebas dari tindasan, kemelaratan, pemerasan dan segala hal yang menghambat pertumbuhan segenap potensi insani.
Ketiga, Industrialisasi seyogianya menjadi ikhtiar yang sejalan dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan sekaligus usaha memerangi kemiskinan sehingga peningkatan-peningkatan industri tersebut dapat menghasilkan kebutuhan-kebutuhan bagi masyarakat Indonesia sendiri.
Penulis: Lili Cahyati (Peserta Advance Training LK III HMI BADKO Jawa Timur)