Liputantimur.com – Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia diperingati oleh Masyarakat Internasional pada 10 Desember setiap tahunnya.
Peringatan ini merujuk pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) yang dikeluarkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948.
Ridwan Basri selaku Direktur Eksekutif Celebes Intelektual Law sekaligus aktivis HAM Sulawesi Selatan menuntut Joko Widodo selaku Presiden untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
“Pemerintah harus menuntaskan 12 pelanggaran HAM masa lalu sesuai janji kampanye Jokowi” ungkapnya
Hal ini Ridwan memaparkan bahwa sekitar 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas sampai hari ini, yakni:
1. Pembunuhan Munir, Pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib terjadi 17 tahun lalu, tepatnya pada 7 September 2004. Namun, sampai saat ini aktor utama kasus pembunuhan Munir belum juga terkuak.
Munir meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia dalam perjalanannya ke Belanda. Berdasarkan hasil autopsi, dalam tubuh Munir terdapat racun arsenik.
Dalam kasus ini, setidaknya baru tiga orang yang diseret ke muka persidangan. Yakni mantan pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, yang divonis 14 tahun penjara; mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Indra Setiawan, yang divonis satu tahun penjara; dan mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwopranjono, yang divonis bebas.
Ada sejumlah nama yang belum tersentuh hukum. Satu di antaranya adalah mantan Kepala BIN, A.M Hendropriyono. Kasus ini pun terancam kedaluwarsa pada tahun depan.
Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) butir 3 KUHP, penuntutan pidana hapus setelah 18 tahun untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup, seperti pembunuhan berencana, sampai saat ini kasus pembunuhan Munir masih diproses di Komnas HAM. Kasus Munir juga belum diputuskan sebagai kasus pelanggaran HAM berat.
2. Pembunuhan Massal 1965,
Komnas HAM menyatakan adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Pernyataan itu dikeluarkan pada 2012 silam.
Kasus pelanggaran HAM yang ditemukan di antaranya pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penghilangan paksa, hingga perbudakan. Korban dari peristiwa tersebut diperkirakan mencapai 1,5 juta orang. Namun, ada juga versi lain tentang jumlah korban peristiwa 1965.
Dari jumlah itu, Komnas HAM menemukan sebagian besar korban adalah anggota PKI dan organisasi afiliasinya. Korban lainnya adalah Masyarakat umum.
3. Peristiwa Talangsari Lampung 1989,
Peristiwa Talangsari 1989 termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 7 Februari 1989. Peristiwa ini terjadi di Dusun Talangsari, Desa Rajabasa Lama, Way Jepara, Lampung Timur.
Peristiwa Talangsari pecah karena ada penerapan asas tunggal Pancasila di masa Orde Baru. Saat itu, Pemerintah, Polisi, dan Militer menyerang Masyarakat Sipil di Talangsari.
Catatan Komnas HAM, peristiwa Talangsari menewaskan 130 orang, 77 orang dipindahkan secara paksa atau diusir, 53 orang haknya dirampas secara sewenang-wenang, dan 46 orang mengalami penyiksaan. Jumlah korban secara pasti tidak diketahui hingga saat ini.
4. Tragedi Trisakti,
Tragedi Trisakti dikenal sebagai peristiwa berdarah yang terjadi pada Mei 1998. Pada saat itu terjadi penembakan terhadap sejumlah Warga Sipil, terutama mahasiswa. Tragedy tersebut diperkirakan memakan korban hingga 685 orang.
Komnas HAM telah melakukan penyelidikan dan rampung pada Maret 2002. Hasil penyelidikan itu lantas dikirim ke Kejagung untuk dilakukan penyidikan.
Namun, Kejagung beberapa kali mengembalikan berkas hasil penyidikan tersebut. Bahkan pada 13 Maret 2008 berkas tersebut sempat dinyatakan hilang.
5. Peristiwa Paniai (2014),
Pada 2020 lalu, Komnas HAM menetapkan Peristiwa Paniai yang terjadi pada 7-8 Desember 2014 sebagai pelanggaran HAM berat. Peristiwa tersebut merupakan kasus kekerasan Sipil yang melibatkan anggota TNI dan mengakibatkan 4 orang meninggal, 21 orang mengalami luka berat akibat penganiayaan.
Sama seperti sejumlah kasus pelanggaran HAM berat lainnya. Hasil laporan Komnas HAM yang dikirim ke Kejagung, berkali-kali dikembalikan. Komnas HAM mencatat pengembalian itu terjadi pada 19 Maret dan 20 Mei 2020.
6. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998 terjadi pada masa Pemilihan Presiden Republik Indonesia (Pilpres), untuk periode 1998-2003. Kontras menyebut saat itu ada dua agenda politik besar; pertama, Pemilihan Umum (Pemilu) 1997. Kedua, Sidang Umum (SU) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada bulan Maret 1998, untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Kasus penculikan itu menimpa para aktivis, pemuda dan mahasiswa yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi di masa pemerintahan Orde Baru. Gagasan-gagasan mereka dipandang sebagai ancaman yang dapat menghambat jalannya roda pemerintahan rezim Soeharto. 9 orang korban penculikan berhasil ditemukan. Namun 13 orang korban lainnya masih dinyatakan hilang sampai saat ini
7. Peristiwa Wasior dan Wamena 2001,
Peristiwa Wasior, Manokwari, Papua diwali dengan pembunuhan Warga Sipil perusahaan PT Vatika Papuana Perkasa. Diketahui, Warga melakukan protes terhadap perusahaan kayu PT VPP dianggap mengingkari kesepakatan yang dibuat Masyarakat.
Lantas Brimob Polda Papua pun turun tangan melakukan penyerbuan kepada Warga setempat. Berdasarkan laporan KontraS, empat orang tewas, satu orang mengalami kekerasan seksual, lima hilang, dan 39 disiksa.
Sementara itu, Kasus di Wamena terjadi pada 4 April 2003, bertepatan dengan Hari Raya Paskah. Pada saat itu 25 kampung di Wamena dilakukan penyisiran oleh sekelompok massa tidak dikenal. Mereka, mencoba membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena. Atas kejadian tersebut, Komnas HAM mencatat 9 orang tewas dan 38 orang luka berat.
Tim ad hoc Papua Komnas HAM telah melakukan penyelidikan Pro Justisia terhadap dua kasus tersebut pada 17 Desember 2003 hingga 31 Juli 2004. Namun Kejagung sempat ditolak hasil laporan Komnas HAM dengan alasan laporan tersebut tidak lengkap.
8. Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998,
Peristiwa Rumoh Geudong Aceh terjadi saat Kota Serambi Mekkah tersebut dalam status Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989-1998. Pada saat itu Pemerintah melalui panglima ABRI memutuskan untuk melakukan operasi jaring merah (Jamer). Dalam operasi tersebut, Korem 011/Lilawangsa menjadi pusat komando lapangan.
Hasil penyelidikan Komnas HAM menunjukan bahwa dalam peristiwa tersebut terdapat pelanggaran HAM. Beberapa bentuk pelanggaran HAM di antaranya kekerasan seksual, penyiksaan, pembunuhan, dan penghilangan secara paksa.
Berkas hasil penyelidikan itu sudah dikirim ke Kejagung pada 28 Agustus 2018. Namun, sampai saat ini tindak lanjut dari Kejagung belum juga tuntas.
9. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Pembunuhan Dukun Santet adalah peristiwa terhadap sejumlah yang diduga melakukan praktik ilmu hitam. Peristiwa itu terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur. Komnas HAM telah selesai melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Hasil penyidikan itu juga sudah dikirim ke Kejagung dan Presiden pada 2019.
10. Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003,
Desa Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh diduga menjadi basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pada 17 Mei 2003, aparat keamanan lantas melakukan penyisiran dan penyerangan terhadap kampung-kampung dalam Kecamatan Bokongan.
Sejumlah anggota TNI Para Komando (PARAKO) bersama dengan Satuan Gabungan Intelijen (SGI) melakukan tindak kekerasan terhadap Warga Sipil seperti, penyiksaan, penangkapan, penghilangan orang secara paksa dan perampasan harta benda. Akibat peristiwa itu, Kontras mencatat 16 orang penduduk Sipil meninggal setelah disiksa, ditembak, bahkan dibakar hidup-hidup, serta 5 orang lainnya turut mengalami kekerasan oleh aparat.
11. Peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh juga terjadi saat Aceh berstatus DOM. Saat itu, Tentara Militer menembaki Warga Sipil yang berunjuk rasa lantaran ada penganiayaan terhadap Warga.
Dalam peristiwa itu, 46 orang tewas, sekitar 150 orang mengalami luka akibat tembak dan 10 orang lainnya hilang.
12. Kerusuhan Mei 1998,
Kerusuhan Mei 1998 terjadi pada 13 – 15 Mei 1998 di Jakarta dan sejumlah kota lain. Peristiwa tersebut adalah peristiwa kerusuhan yang melibatkan isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA). Selain itu, terdapat juga kejahatan seksual terhadap perempuan. Korban dari kerusuhan tersebut didominasi oleh etnis Tionghoa.
Komnas HAM menyebut peristiwa tersebut sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu. Sampai saat ini, penyelesaian kasus tersebut tidak kunjung terselesaikan.
“Semua manusia dilahirkan bebas dan setara dalam martabat dan hak”
“Negara harus serius menyelesaikan kasus HAM masa lalu,” tegas Ridwan. (*)