Manusia mabuk agama adalah manusia radikal dan sumber teror di muka bumi saat ini.Mabuk agama juga dijumpai di tengah umat Hindu, Budha, Kristen, Katoliik,dll.Masalah ini adalah umum.Bukan spesifik milik agama tertentu.
Oleh : Pettarani
Dalam filsafat dan agama, mabuk berarti tidak mengerti apa yang dikerjakan namun dalam keadaan sadar (Wikipedia com). Sedangkan secara harafiah kata agama menunjuk pada kondisi masyarakat yang aman atau tidak kacau.Agama adalah ide jalan kedamaian hidup bersama.Maka tanpa agama, dunia penuh dengan chaos.
Dalam berinteraksi dengan beberapa kelompok intelektual yang nasionalis, saya sering mendengarkan lontaran frase “mabuk agama“. Rupanya Ferdinan Hutahean,politikus Demokrat, sempat menyebutkan istilah ini,yang kemudian viral dan belakangan mendapat kritik dari Said Didu dan tokoh Papua Christ Wamea.
Terlepas dari kecaman terhadap penggunaan istilah mabuk agama, penulis menganggap istilah ini tepat digunakan untuk mendefinisikan, menyematkan di pundak penganut agama tertentu yang non moderat alias radikal yang mendukung terorisme, yang disebut kelompok kanan.
Melihat arti kata “mabuk” lalu disandingkan dengan kata “agama”, bisalah saya di sini mencoba memaknai frase mabuk agama ini.
Bagi saya yang masih dangkal ilmu agama, mabuk agama bermakna beragama secara non verbal, namun tak paham inti dasar pesan agama.
Agar lebih jelas ruang lingkung farase “mabuk agama”, marilah kita tengok ciri mabuk agama agar pembaca mudah mengdentifikasi dan gampang mengenalnya.
Ciri pertama dari manusia mabuk agama ialah mudah mengkafirkan pihak lain yang tak sejalan dengan nalar pikirnya.Nyaris dalam semua situasi dan kondisi, hanya pihaknya yang benar, pihak lain salah semua.
“Kebenaran hanya milik kami, bukan milik kalian”, tegasnya.
Kedua, dalam kondisi aman, manusia mabuk agama, melihat semua agama yang berada di luar nalar pikirnya, adalah musuh, berbahaya, dan harus di singkirkan jika ada kondisi tertentu yang mengharuskan serta adanya peluang.
Baginya, kondisi aman adalah arena perang jihad (perang verbal atau perang non verbal) selama masi ada manusia tak sejalan dengannya. Karena itu, halal baginya membunuh muslim atau non muslim, yang mencoba mengahalagi langkah perwujudan visi misinya.
Manusia mabuk agama adalah manusia radikal dan sumber teror di muka bumi saat ini.
Akhirnya mabuk agama juga dijumpai di tengah umat Hindu, Budha, Kristen, Katoliik,dll.Masalah ini adalah umum.Bukan spesifik milik agama tertentu.
Di tubuh umat Islam ada ISIS. Di Myanmar, Budha radikal membantai penduduk Rohingya yang muslim.Di India, Hindu garis keras tak henti memerangi Muslim. Sejarah Eropa banyak diwarnai peperangan antara sesama Khatolik sehingga muncul Kristen Protestan, dst.
Sungguh mencemaskan.Dari sinilah muncul antitesa dari mabuk agama (radikaline dan terorisme) yang dikenal dengan istilah moderasi beragama.
Konsep ini dihadirkan untuk mengatasi gerakan radikalisme dan terorisme yang merupakan perwujudan dari sikap mental mabuk agama yang intoleran, radikal, dan egois.
Moderasi Beragama
Seorang ulama terkemuka Indonesia, saya lupa nama beliau, mengatakan ayat-ayat Al-Quran jika diperas hingga menjadi satu kata ialah kata “cinta”. Ayat-ayat Injil jika diperas menjadi satu ialah kata “kasih”.Selanjutan ayat-ayat kitab Weda jika diperas menjadi satu ialah kata ” damai”.
Cinta, kasih dan damai adalah inti atau dasar dari pesan agama Islam, Kristen, Buda, dll agama. Hal ini sinkron dengan fikiran Guru Besar UIN Sunan Ampel Masdar Hilmy.
Di kolom opini Harian Kompas, Masdar mengatakan, “Masyarakat harus bisa diyakinkan bahwa inti dasar beragama bagi manusia adalah untuk menciptakan kedamaian, keadaban, keseimbangan,kemaslahatan, dan kesejahteraan bersama”,Harian Kompas Sabtu (14/02/2023;6).
Dengan gagasannya itu, penulis melihat ada perasan cemas dari seorang cendikia bernama Masdar Hilmy ini karena dia menginginkan pihak terkait bekerja meyakinkan publik betapa berbahayanya radikalisme dan terorisme yang lahir dari sikap mabuk agama.
Bisa jadi Nasdar telah melihat ada kecenderungan masyarakat lebih suka mengikuti khutbah dan atau fatwa ulama-ulama radikal di bumi republik Indonesia daripada khutbah, ceramah atau Fatwa ulama-ulama moderat. Ini berbahaya dan mencemaskan.
Pasalnya dia mengungkap beberapa pihak menolak gagasan moderasi agama dengan argumennya masing-masing. Mereka, kata Masdar, menganggap moderasi beragama merupakan inovasi, aliran bahkan agama baru yang mestinya tak perlu ada karena secara intrinsik (terkandung di dalamnya) tiap agama pasti suda moderat.
Bahkan tak sedikit yang berprasangka, lanjut Masdar, moderasi beragama hanya akan mereduksi otoritas ajaran agama dan berujung pemecahbelahan umat: moderat-radikal, ekstrem kanan-ekstrem kiri, dan seterusnya.
Olehnya itu Masdar mengingatkan semua pihak agar bisa membedakan program moderasi beragama dengan deradikalisasi dan kontraterorisme.
“Perlu digarisbawahi, program moderasi beragama tak sama dengan program deradikalisasi dan kontraterorisme. Program moderasi agama bersifat preventif dalam rangka membentengi nalar keagamaan masyarakat dari inflistrasi radikalisme dan terorisme.Terhadap mereka yang telah terkena virus radikalisme-terorisme, tentu saja solusinya adalah program deradikalisasi dan atau kontraterorisme”.
Gagasan moderasi agama adalah gagasan cemerlang di tengah upaya bangsa ini sejak lahir hingga sekarang mempertahankan NKRI agar bisa tetap utuh.
Dalam pidato kenegaraannya pada 1964 Bung Karno Mengatakan,” Bukannya kita yang nasionalis itu berubah menjadi Islam atau Marxis, bukan maksud kita menyuruh Marxis dan Islamis berbalik menjadi Nasionalis, aka tetapi impian kita adalah kerukunan dan persatuan”.
Harus diakui moderasi beragama sinonim dengan cinta, kasih dan kedamaian.Juga singkron dengan pesan inti dari Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al Hujarat ayat 13 serta kehendak pendiri bangsa.
Karena itu Saya dukung ide moderasi beragama supaya hidup di bumi NKRI.(*)