Liputantimur.com, opini – Empat tahun silam saya salat Jumat di Masjid Nurul Aqsa Jln.Amirullah, Kota Makassar. Pada kesempatan itu ustadz yang membawakan khutbah Jum’at mengatakan, “Sumber utama dari semua konflik antar manusia ialah informasi bohong (dusta/hoax)”.
Agar mudah dipahami, sang ustadz membentangkan urutannya. Dusta–fitnah–curiga-konflik. Muncul konflik lebih cepat jiga ada triger-nya,pemicunya.Misal propaganda dalam bentuk berita, poster, vidio, siaran radio, dll yang disebarkan ke tengah-tengah masyarakat. Sebab itu sang ustadz meningatkan, jangan lekas percaya informasi yang tiba di telinga anda. Sikap ini berbahaya, sebab bisa saja ia menggoda anda menjadi provokator, penyebab munculnya fitnah, curiga, rasa tak suka, hingga terjadi konflik.
Mengapa bisa menggoda menjadi provokator?.
Itu karena manusia cenderung lebih suka menyebarkan fitnah daripada kebenaran. Satu hoax disebarkan ke 5 orang.Sebaliknya satu info yang benar hanya disebarkan ke satu orang. Fitnah lebih cepat lima kali lipat penyebarannya daripada berita aktual dan valid. Namun temuan terbaru sangat mencengangkan.
Media online cnnionesia.com edisi Jumat (09/03/2018) mengungkap hasil penelitian yang mengatakan berita bohong lebih cepat menyebar dari berita asli.
Bahkan 1 persen dari berita bohong yang paling populer berhasil menjangkau 1.000 hingga 10.000 pengguna. Sementara berita asli sangat jarang menjangkau 1.000 pengguna. Lebih cepat penyebaran justeru ditemukan di tahun politik. Mengerikan, bukan?.
Oleh karena itu sikap kritis harus dikedepankan dalam menghadapi informasi. Sikap kritis selalu mengatakan, “Tak ada kebenaran sebelum pembuktian melalui check and ricek atau riset. Kebenaran bukan milik seorang, unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi)”,dll pernyataan senada.
Keharusan memiliki sikap ilmiah ini dibadikan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Al Hujarah ayat 6 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6).
Sekarang tahun 2023. Tahun dimana parpol, politikus dan relawan mulai memanaskan mesin hoax nya untuk saling menyerang lawan. Semakin mendekati 2024 semakin kencang Hoax.
Sebagai jurnalis profesional, sesuai pesan Tuhan di atas, serta pesan pemerintah yang mengajak seluruh elemen masyarakat agar meciptakan suasan pemilu yang damai dan adem, pada setiap tapannya, kita hendaknya menghindari pembuatan hoax.Sebaliknya ikut dalam barisan pasukan perlawanan hoax, hate speech dan fakenews.
Itu berarti jurnalis harus bersikap lebih kritis selama tahun politik (2023-2024).