Liputantimur.com | Makassar – Sidang perkara pidana nomor 529/Pid.B/2024/PN Makasar dengan atas nama terdakwa Supu dan Syamsuddin alias Ancu kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar pada Rabu, 05/06/2024, pukul 13.18 WITA.
Dua saksi meringankan, Chairul Umar Saleh dan Abd Rahman Jalri, memberikan kesaksian dalam persidangan terkait insiden yang melibatkan para terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sariati SH, MH, Ketua Majelis Hakim, dan hakim anggota serta Penasehat Hukum (PH) Supu Cs mendengar kesaksian Chairul dan Abd Rahman.
Para saksi menjelaskan kejadian yang berlangsung di pacuan kuda di Jalan Daeng Tata Raya, Kelurahan Bonto Duri, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, pada Jumat, 8 September 2023, usai salat Jumat.
Hakim Ketua menanyakan kepada saksi apakah Supu dan Syamsuddin berada di tempat kejadian. Chairul menjawab bahwa mereka semua berkumpul di posko pacuan kuda.
Chairul menjelaskan bahwa Hamsina datang marah-marah dan membongkar pagar yang dibuat oleh Daeng Rahman. Supu kemudian menghampiri Hamsina untuk menyuruhnya diam. Hamsina yang tidak terima, mencakar pipi Supu tanpa perlawanan dari Supu.
Chairul menegaskan bahwa tidak benar jika kedua terdakwa telah melakukan penganiayaan dan pengeroyokan terhadap Hamsina. Ia mengatakan bahwa justru anak Hamsina, Reski, yang menarik jilbab ibunya sehingga ia merasa sesak napas. Daeng Raman juga menyatakan bahwa ia tidak melihat Supu atau Syamsuddin memukul Hamsina.
Selama persidangan, JPU Sariati menunjukkan foto wajah lebam Hamsina setelah kejadian pengeroyokan. Kedua saksi membantah kebenaran foto tersebut dan menyatakan bahwa hasil visum yang menunjukkan luka pada Hamsina adalah rekayasa. Chairul dan Daeng Raman mengklaim bahwa visum tersebut tidak benar.
Visum et repertum yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Dedi Mathius, M.Kes, Sp.FM, dokter spesialis forensik di Rumah Sakit Bhayangkara, menunjukkan adanya luka pada Hamsina.
Dalam sidang, Ketua Majelis Hakim menegaskan bahwa visum tersebut adalah bukti sah di mata hukum dan menanyakan siapa yang menganiaya Hamsina jika bukan terdakwa.
Pengacara terdakwa juga memperlihatkan video pemukulan Hamsina kepada jaksa penuntut umum dan para hakim. Namun, keluarga korban menyatakan bahwa video tersebut harus ditampilkan secara penuh agar jelas siapa saja yang terlibat dalam kejadian tersebut. Mereka berharap agar penyidik dan dokter forensik yang mengeluarkan hasil visum dihadirkan sebagai saksi tambahan.
Keluarga korban berharap agar Majelis Hakim dan JPU dapat memberikan keadilan dalam kasus ini. Mereka menegaskan bahwa insiden pengeroyokan yang dialami Hamsina telah melanggar hak-hak asasi yang dilindungi oleh negara sesuai dengan UU Perlindungan Perempuan dan Anak nomor 23 tahun 2003. Ironisnya, Hamsina juga dijadikan terdakwa oleh Supu atas tuduhan penganiayaan ringan.
Dalam pembacaan dakwaan, pengacara Supu Cs tidak melakukan eksepsi, yang menunjukkan bahwa terdakwa mengakui perbuatannya yang dibacakan oleh JPU. Keluarga korban berharap keadilan dapat ditegakkan sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.(*)