Liputantimur.com, Opini – Sebuah utas dari pengalaman pribadi saya mengapa perempuan kerap menghadapi ‘glass ceiling’?
Perempuan itu kadang lupa bahwa dirinya punya kekuatan yang sangat besar. Dia adalah ‘vessel of civilization’, penerus peradaban sebuah bangsa.
Bahkan banyak keputusan pribadi perempuan ternyata bisa berdampak pada masyarakat luas.
Contoh soal kehamilan, Bagi perempuan yang memutuskan untuk memiliki anak. Seperti kita sama-sama tahu.
Bahwa banyak perempuan tidak bisa berlari sama kencang dengan laki-laki, ketika ia memutuskan menjalankan proses reproduksi.
Mulai dari proses hamil, melahirkan dan menyusui yang membutuhkan waktu dan konsentrasi dalam menjalaninya.
Apalagi ketika anak masih dalam usia balita, rata-rata Ibu akan enggan untuk meninggalkan anaknya.
Tapi akibatnya, dia seolah dipaksa untuk memilih antara karir atau keluarga.
Kalau banyak perempuan merasa tidak mendapatkan support ketika melakukan proses reproduksi. Maka akan banyak perempuan yang kemudian akan malas hamil.
Nah.. Ketika perempuan malas hamil seperti terjadi di beberapa negara, maka dampaknya masyarakatnya akan menjadi menua atau ‘aging society’.
Ketika tidak ada bayi-bayi baru yang akan dilahirkan, ketika sebuah negara menua, maka negara itu menjadi tidak produktif karena penduduknya kebanyakan usia pensiun.
Ketika terjadi hal itu, tidak ada yang akan bayar pajak karena tidak bekerja yang akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara luas.
Sementara kita sama-sama tahu, bahwa penduduk usia produktif akan menopang penduduk usia lansia.
Ketika pendapatan negara dari pajak menurun, dampaknya akan sangat luas.
Dimana akan lebih sedikit pegawai negeri yang bisa digaji. Lebih sedikit rumah sakit, sekolah, pasar dll yang akan dibangun pemerintah.
Tak hanya Itu, Ketika perempuan memutuskan untuk tidak hamil karena tidak adanya dukungan maka dampaknya, ‘demographic landscape’ atau tataran demografi juga akan berubah.
Baca juga: Dialog, Pelecehan dan Kekerasan Seksual yang Semakin Marak
Nah.. Karena itu kita tidak boleh lagi melihat kehamilan sebagai sebuah persoalan pribadi seorang perempuan saja.
Tapi kita sebagai bangsa harus melihat bahwa sebuah kehamilan adalah investasi kita di masyarakat.
Hanya dengan melihat kehamilan itu sebagai investasi, kita bisa memberikan fasilitas yang layak untuk Ibu yang memutuskan untuk hamil dan proses afirmasi akan tercipta dengan sendirinya.
Karena itu, kemudian kita akan menciptakan kondisi yang nyaman buat ibu yang sedang hamil untuk memastikan anaknya lahir dengan sehat dan selamat.
Lalu ketika dia sudah siap untuk kembali ke dunia kerja tidak perlu ‘playing catch up’.
Dia bisa langsung mendapat promosi yang layak didapatkannya, tidak ada waktu yang seolah terbuang percuma.
Saatnya kita mengubah mindset kita, dan melihat bahwa perempuan yang hamil adalah investasi kita semua.
Dan itulah kekuatan perempuan. Jangan pernah lupa itu.
Selamat Hari Perempuan internasional. Selasa 08 Maret 2022.
Penulis Oleh,Zannuba Ariffah Chafsoh, yang lebih dikenal Yenny Wahid, Putri Presiden Dr. K.H. Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur yang juga seorang politikus Indonesia dan aktivis Nahdlatul Ulama.