sidewalk adalah bahu jalan yang disediakan utuk pejalan kaki. Sering disebut ‘pedestarian’ (jalan khusus) untuk pejalan kaki.Beberapa pihak menyebutnya ‘trotoar’.
Penampilan fisiknya berupa lantai marmar, keramik. Tak sedikit fasilitas umum ini dibangun menggunakan paping block, bata dan seterusnya. Semua tergantung kondisi keuangan dari pemerintah setempat.
Karena tak semua anggota masyarakat memiliki kendaraan, juga tak semuanya bepergian harus menggunakan kendaraan, maka sidewalk dihadirkan pemerintah khusus untuk pejalan kaki.Sekali lagi, sidewalk khusus untuk pejalan kaki.
Terang saja sidwalk dibanguan oleh pemerintah dengan menggunakan uang seluruh rakyat Indonesia yang dipungut negara via pajak, restribusi, dll.
Karena itu, dari sisi hukum, sidewalk adalah hak bagi pejalan kaki (hak publik) yang kerap disebut fasilitas umum (fasum). Maka tidak boleh ada invidu mengklaim bahwa sepetak sidewalk miliknya.
Jadi, pencaplokan sidewalk atas nama pribadi atau kelompok sudah pasti dipandang sebagai tindakan pelanggaran hukum atau solim (perbuatan haram).
Meskipun demikian, aturan hukum membenarkan pejabat setempat memberikan ijin penggunaan sidewalk kepda UKM untuk digunakan berdagang. Ini konsekuensi dari uang rakyat untuk pembangunan sidewalk.
Bukankah pelaku UKM adalah rakyat pembayar pajak, dll ?
Tetapi pertimbangan utama pemberian ijin penggunaan sidewalk ialah menghidupkan UKM, menghidupkan pabrik, petani, nelayan, distributor, dll sebagai pemasok produk bahan jualan, yang pada akirnya meningkatkan pendapatan negara.
Syarat kondisi pemberian ijin ialah masih ada ruang bagi pejalan kaki pada sidewalk setelah ijin ke luar.
Misalnya lebar sidewalk 5 meter. Ijin yang diberikan harus 2 meter. Tidka boleh lebih. Sehingga masih ada ruang 3 meter bagi publik menggunakan sidewalk.
Aturan itu mengacu pada pasal.275 ayat (1) UU No.22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan.
Juga ditemukan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
Syarat lain, kehadiran UKM pemegang ijin penggunaan sidewalk tidak menyebabkan jalan raya menjadi macet, macet dan macet.
Terakhir kehadiran PK5 yang mendapat ijin tidak menurunkan kualitas keindahan lingkungan.
Penyimpangan
Menggunakan semua sayarat kondisi itu menilai penggunaan sidewalk di Makassar akan tampak jelas jamak pelanggaran.
Penulis merasa tak nyaman kalau menunjukkan kepada publik di sidewalk jalan raya mana saja yang tak pantas pemerintah setempat memberikan ijin jualan pada PK5.
Nanti tripikanya tersinggung. Lebiih aman saya keep saja. Biarkan publik (LSM) yang menunjukkan penyimpangan-penyimpangan yang mereka temukan sendiri.
Nah, di beberapa jalan yang saya temukan ruas sidewalk tidak ada yang sisa untuk pejalan kaki. Jalan raya macet pada jam-jam tertentu.
Sampah berserakan di mana-mana. Belum lagi ancaman perang antara kelompok dalam perebutan lahan parkir gegara lawan mencaplok sidewalk “miliknya”.
Pemerintah membuat aturan, tapi unsur pemerintah juga yang membiarkan aturan itu dilabrak PK5. Makassar sombere. Makassar gammara. Makassar kota dunia, haruskah selamanya menjadi mimpi?(*)